- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Featured Post
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sumber: media.nationalgeographic.co.id |
Badak merupakan salah hewan purba pemakan tumbuhan-tumbuhan atau dikenal dengan istilah herbivora. Dari lima spesies yang terdapat di dunia, Badak Jawa, Badak Sumatera, Badak India, Badak Hitam dan Badak Putih Afrika, terutama di wilayah benua Afrika dan Asia, dua spesies di antaranya berada di Indonesia. Badak umumnya memiliki kulit keras dengan ketebalan hingga ± 30 mm dengan bobot tubuh yang mungkin mencapai 1000 kg.
Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus), sebagai salah satu spesies badak yang hidup di Indonesia merupakan badak bercula satu. Badak Jawa termasuk dalam mamalia besar terlangka dan diklasifikasikan sebagai spesies yang sangat terancam punah (critically endangered species) menurut IUCN. Badak Jawa umumnya mencapai fase dewasa yang berbeda antara jantan dan betina. Individu betina mencapai fase dewasa antara usia 5 hingga 7 tahun diikuti individu jantan setelah 10 tahun. Adapun masa mengandung betina berkisar antara 15-16 bulan. Badak Jawa hidup pada wilayah di atas ketinggian 3000 meter di atas permukaan laut dengan vegetasi yang lebat sebagasi sumber makanannya. Habitat utama Badak Jawa di wilayah Indonesia adalah Taman Nasional Ujung Kulon yang diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu badak.
Ancaman Badak Jawa terbesar saat ini adalah berkurangnya keragaman genetis akibat ukuran populasi Badak Jawa yang kecil. Ukuran populasi yang kecil sebanding dengan fase reproduksi Badak yang cukup lama dengan jumlah anak yang cenderung sedikit. Keragaman genetis yang kecil akan berakibat pada kemampuan spesies dalam menghadapi penyakit atau bencana alam berkurang. Selain itu, degradasi dan hilangnya habitat menjadi salah satu faktor yang menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup spesies langka ini. Degradasi lahan dan hilangnya habitat alami mereka diakibatkan langsung oleh peningkatan kebutuhan lahan oleh manusia. Pertumbuhan populasi manusia yang pesat sebanding dengan semakin tingginya kebutuhan manusia akan lahan sebagai tempat hidup. Pembukaan hutan untuk pertanian serta penebangan kayu komersial di sekitar kawasan tempat spesies Badak hidup juga menyebabkan degradasi habitat alami Badak.
Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) adalah spesies badak yang memiliki ukuran terkecil diantara sub spesies badak lainya di dunia. Badak Sumatera adalah satu-satunya spesies badak di Asia yang bercula dua dan memiliki rambut terbanyak sehingga seringkali disebut hairy rhino. Badak Sumatera digolongkan dalam spesies badak yang cenderung sangat primitif. Sama halnya dengan Badak Jawa, Badak Sumatera juga merupakan spesies yang yang sangat terancam punah. Dalam hal habitat atau tempat hidup, Badak Sumatera dijumpai pada wilayah dataran rendah seperti hutan rawa hingga hutan perbukitan dan cenderung menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat dengan sumber makanan atau tumbuhan yang tumbuh rendah. Badak Sumatera adalah tipe hewan penjelajah dan pemakan buah seperti mangga liar dan buah fikus, dedaunan, ranting-ranting kecil serta kulit kayu. Habitat utama spesies ini di wilayah Indonesia berada di Pulau Sumatera dan Borneo. Tidak berbeda dengan ancaman hidup pada Badak Jawa, Badak Sumatera juga terancam punah akibat keragaman genetisnya yang semakin berkurang serta degradasi lahan dan hilangnya habitat alami mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas, diduga terdapat dua faktor utama yang cenderung menyebabkan kepunahan hewan langka Badak Jawa dan Sumatera di wilayah Indonesia, yakni:
- Menurunnya keragaman genetis karena ukuran populasi yang kecil
Ukuran populasi yang kecil cenderung diakibatkan oleh laju kematian terhadap laju kelahiran lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan fase reproduksi badak yang cukup lama, mencapai 15 hingga 16 bulan, diikuti dengan jumlah anak yang sedikit pada tiap fase kehamilan. Selain hal tersebut, keragaman genetis yang cenderung kecil pada satu spesies akan berakibat pada kemampuan spesies tersebut untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrem atau tidak sesuai.
- Degradasi lahan dan habitat alami akibat ukuran populasi manusia yang meningkat
Populasi manusia yang meningkat menyebabkan kebutuhan akan tempat hidup meningkat pula. Banyak hutan yang seharusnya menjadi tempat alami hewan dibuka dan dijadikan pemukiman, lahan pertanian, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan demi menunjang kehidupan manusia yang lebih baik dan cenderung tidak memperhatikan kehidupan satwa liar di dalamnya. Akibatnya, degradasi habitat alami mereka terjadi dan cenderung menyebabkan fragmentasi habitat asli para satwa liar. Apabila fragmentasi habitat terjadi secara alami oleh proses-proses geologis akan menyebabkan proses spesiasi hewan yang menunjang proses evolusi spesies.
Namun, jika proses fragmentasi diakibatkan oleh ulah manusia, maka hasilnya berdampak pada kepunahan banyak spesies pada habitat tersebut. Habitat yang awalnya terhubung atau saling kontak satu sama lain terpisah dan terisolasi satu dengan yang lainnya. Proses isolasi ini juga akan berdampak pada penurunan keragaman genetis spesies tersebut.
Lantas, langkah apakah yang seharusnya dilakukan untuk menjaga kelestarian hidup Badak Jawa maupun Sumatera yang terdapat di Indonesia? Sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki pikiran dan sebenarnya berperanan sebagai protektor ciptaan lainnya, sudah sewajarnya kita turut serta dalam upaya-upaya pelestarian yang dilakukan oleh organisasi tertentu. Turut serta dalam upaya pelestarian dapat dilakukan baik secara langsung ataupun tidak langsung (hanya sekadar memberi donasi agar program pelestarian badak dapat berjalan dengan baik atau bahkan tidak menjadi salah satu oknum yang melakukan perburuan liar). Hal utama yang harus dilakukan adalah melindungi badak tesebut di habitat aslinya. Karena upaya pelestarian di habitat asli atau upaya in situ cenderung memberi hasil yang lebih optimal. Selain itu, dapat juga dilakukan perlindungan di habitat baru, namun memiliki kriteria yang mendukung penuh kehidupan badak itu sendiri.
Kriteria habitat seperti apakah yang kemungkinan cocok untuk upaya pelestatian hewan yang terancam punah ini? Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diketahui bahwa badak cenderung menyukai wilayah hutan dengan kondisi vegetasi yang lebat dengan tumbuhan sebagai sumber makanan yang tumbuh rendah. Hewan ini juga menunjukan perilaku yang suka menjelajah habitatnya sehingga seringkali sulit ditemukan untuk dilakukan pengamatan secara langsung serta berkubang untuk sekedar istirahat, mandi ataupun minum. Selain kedua hal tersebut, salah satu faktor yang menunjang upaya pelestarian adalah sarang bereproduksi yang nyaman bagi badak itu sendiri.
Hutan dengan vegetasi lebat dan tumbuhan yang tumbuh rendah berfungsi sebagai sumber makanan dan habitat yang nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini dikarenakan daerah dengan vegetasi yang terbuka tidak dapat menunjang perilaku badak yang suka bernaung atau berteduh. Selain untuk bernanung, hutan yang lebat diketahui digunakan badak untuk bersembunyi dari ancaman perburuan manusia. Badak diketahui menyukai tumbuhan yang berasal dari suku Euphorbiaceae, Moraceae, Palmae, Lauraceae, Anacardiaceae, Ebenaceae, Meliaceae, Myrtaceae, dan Rubiaceae sebagai sumber makanannya. Oleh karena itu, maka diperlukan habitat dengan komposisi tumbuhan yang sesuai dengan sumber makanan utama badak serta tempat naungan yang cukup dan terbebas dari ancaman perburuan oleh manusia.
Selain hutan dengan naungan dan sumber makanan yang cukup, badak juga memerlukan wilayah jelajah yang cukup untuk mendukung perilaku aslinya serta daerah kubangan yang mendukung aktivitas hariannya. Menurut sumber, daerah jalajah badak berkisar antara 10 km2 hingga 35 km2 dan diupayakan jauh dari kontak manusia. Badak cenderung menganggap keberadaan manusia sebagai ancaman, sehingga keberadaan bau manusia pada habitatnya dapat menggangu kenyamanan hidupnya. Wilayah berkubang ada untuk mendukung aktivitas harian yang seringkali dilakukan badak. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut mencakup tempat mandi, istirahat, minum, dll. Berkubang dilakukan badak untuk menjaga kelembapan kulit serta mengatur suhu tubuhnya, serta beristirahat setelah menjelajah wilayahnya. Kubangan juga memiliki fungsi sekunder sebagai penanda wilayah jelajah kekuasaan. Hal ini dinyatakan demikian karena badak cenderung membuang urin pada daerah kubangannya sebagai penanda wilayah jelajah. Berdasarkan penjelasan ini maka disimpulkan bahwa habitat untuk badak memerlukan daerah yang cukup luas untuk wilayah jelajahnya serta daerah yang cukup air sebagai tempat kubangannya.
Hal yang tidak kalah pentingnya sebagai faktor utama habitat yang baik untuk badak adalah sarang bereproduksi yang nyaman. Indikator sarang reproduksi yang nyaman adalah sama halnya dengan wilayah jelajah yang sebisa mungkin jauh dari kontak dengan manusia serta terbatasi. Pada musim kawin, sama halnya dengan kebanyakan hewan, individu jantan akan mengejar dan mencari individu betina yang siap untuk dibuahi. Upaya pembatasan wilayah reproduksi dilakukan agar ratio terjadinya pembuahan meningkat dan tidak terlewatkan begitu saja karena populasi badak yang cenderung kecil saat ini. Jauh dari kontak dengan manusia dilakukan agar pada saat musim kawin terjadi, badak tidak merasa terancam dengan keberadaan manusia. Menurut sumber, badak memiliki indra penciuman yang sangat baik walaupun dibarengi dengan indra penglihatan yang buruk. Oleh karena itu, sarang bereproduksi yang nyaman akan sangat mendukung dalam upaya peningkatan populasi badak itu sendiri.
Sebagai warga negara Indonesia, di mana Indonesia memiliki keragaman spesies hewan maupun tanaman yang tinggi dan beberapa diantaranya langka dan cenderung hampir punah, marilah kita mulai mengambil langkah kecil namun berdampak besar. Badak, dengan dua spesies langka yang dimiliki Indonesia, hanya sedikit dari antara banyak spesies yang dimiliki Indonesia yang memerlukan upaya perlindungan. Kalau bukan kita sendiri yang mulai bertindak, lantas siapa? Kalau bukan sekarang, lantas kapan lagi?
Komentar
Posting Komentar