Featured Post

What you will find in Tarutung City?

Indonesia Tidak Lebih Pintar dari Seekor Tupai


Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia baik lahan milik masyarakat ataupun perusahaan menjadi masalah yang terjadi hampir setiap tahunnya dan menimbulkan banyak kerugian pada berbagai aspek. Berdasarkan Peraturan Menteri, kebakaran hutan adalah suatu kondisi dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Secara teoritis kebakaran hutan terjadi karena adanya interaksi antara keberadaan bahan bakar, oksigen dan panas pada kondisi tertentu. Oleh karena itu, prinsip sederhana untuk menanggulangi kebakaran hutan tersebut  adalah dengan memutus salah satu unsur penyebab tersebut.

Tipikal Penyebab

Secara alami, kebakaran hutan dapat dipicu oleh proses alam yang terjadi seperti letusan gunung berapi yang mengeluarkan lahar panas sehingga hutan di sekitarnya ikut terbakar, serta gesekan antar pohon yang menimbulkan percikan api dimana kehadiran petir pada saat yang bersamaan dan kondisi hutan yang mengalami masa kekeringan panjang menjadi faktor pendukung terjadinya kebakaran. Kebakaran hutan atau lahan akibat letusan gunung berapi di Indonesia mungkin terjadi, karena negara Indonesia berada pada wilayah ring of  fire bumi. Namun kondisi hutan Indonesia yang merupakan hutan hujan tropis kurang memungkinkan untuk memicu terjadinya kebakaran akibat sambaran petir dan gesekan antar pohon. Hal ini dikarenakan pada wilayah tropis kehadiran petir biasanya dibarengi dengan datangnya hujan. Oleh karena itu, kemungkinan untuk terjadinya kebakaran sangat kecil karena turunnya hujan dan kelembapan hutan hujan tropis yang relatif tinggi.
Lain halnya dengan kebakaran hutan yang terjadi secara alami, kebakaran hutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Kebakaran secara sengaja kebanyakan dipicu oleh pembakaran hutan untuk pembukaan lahan perkebunan dan demi eksploitasi sumber daya alam yang ada. Sedangkan kebakaran tak disengaja lebih disebabkan oleh kelalaian manusia pada sekitar wilayah hutan yang mengalami musim kering. Kelalaian tersebut dapat berupa tidak mematikan api unggun, pembakaran sampah, membuang puntung rokok, dan tindakan kelalaian lainnya. Kenyataan di lapangan menyatakan bahwa kebakaran yang terjadi di Indonesia 99% disebabkan oleh aktivitas manusia baik sengaja maupun tidak sengaja. Hanya 1% diantaranya yang terjadi secara alamiah. Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanam Industri diduga menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran hutan secara besar-besaran tersebut.

Tidak Lebih Pintar dari Seekor Tupai

Jika ada pepatah yang mengatakan,”Tidak ada tupai yang jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya”, maka Indonesia yang merupakan negara besar dengan warga negara yang cukup sensitif tentang masalah agama dapat dikatakan tidak cukup pintar dalam menanggapi masalah yang menyapanya hampir setiap tahun tersebut. Indonesia tidak lebih pintar dari seekor tupai yang ‘katanya’ tidak memiliki hati dan pikiran. Ironis, namun itulah kondisi dan fakta di lapangan yang terjadi.
Di wilayah Sumatra Selatan, praktik pembakaran lahan diketahui telah berlangsung selama ratusan tahun. Namun demikian, praktik pembakaran lahan tidak dilakukan setiap tahun, hanya sekitar lima hingga sepuluh tahun sekali dan bertepatan pada masa tanam. Selain itu, di Kalimantan Tengah terungkap sebuah fakta bahwa menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No.15 tahun 2010, untuk membakar hutan seluas maksimal satu hektar orang hanya perlu izin ketua RT. Sementara untuk membuka lahan dengan cara membakar hutan seluas satu sampai dua hektar, hanya cukup izin dari lurah atau kepala desa.
Semudah itu ternyata peraturan yang berlaku di daerah-daerah di Indonesia. Peraturan mudah yang berdampak pada skala kerugian yang besar. Namun akibat kejadian kabut asap yang sedang melanda Indonesia, diketahui bahwa peraturan tersebut akan segera direvisi. Tipikal kebanyakan warga negara Indonesia adalah layaknya revisi peraturan tersebut, bertindak setelah dampak yang merugikan secara langsung dalam skala besar terasa. Skala besar maksudnya, efek dari kejadian tersebut tidak hanya menimpa wilayah lokal peraturan tersebut diberlakukan tetapi menyangkut daerah-daerah luar. Secara langsung maksudnya dampak yang terjadi dirasakan secara langsung saat itu juga seperti kabut asap. Warga negara Indonesia kebanyakan belum mengerti maksud dari sebuah dampak tidak langsung dalam jangka waktu yang lebih lama seperti pelepasan emisi karbon yang berlebihan dan terpaksa yang menyebabkan global warming, kehilangan keanekaragaman hayati yang nantinya akan berdampak pada banyaknya jumlah spesies tanaman, hewan serta plasma nutfah yang hilang akibat kerusakan vegetasi dan habitat yang berujung pada kepunahan dan dampak jangka waktu panjang lainnya.

Penyebab dan Korban

Kebakaran yang terjadi saat ini kenyataanya sulit dipadamkan karena diketahui bahwa titik api baik kebakaran di Kalimantan maupun Sumatra berada pada kedalaman tiga hingga lima meter di bawah tanah sehingga sewaktu-waktu api masih bisa meletup kembali ke permukaan. Selain itu, juga menyebabkan kepulan asap masih terjadi hingga saat ini padahal kobaran api telah mereda. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi di Indonesia dibandingkan dengan metode konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging. Dulu, illegal logging merupakan suatu masalah besar yang melanda Indonesia. Namun ternyata, Indonesia telah belajar banyak dalam menyelesaikan masalahnya. Permasalahan illegal logging berlalu, Indonesia menemukan cara baru yang lebih efektif dan efisien untuk mengalihfungsikan lahan dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek, pembakaran hutan dan lahan. Indonesia menemukan suatu penyelesaian dari suatu masalah dengan cara menciptakan masalah yang baru yang ternyata lebih ironis.
Indonesia, secara langsung maupun tidak langsung, menjadi penyebab dan korban dalam waktu yang bersamaan. Namun masalah kebakaran hutan dan lahan tersebut bukan sekedar masalah skala nasional dan masalah negara-negara pemilik perusahaan yang membutuhkan lahan tersebut. Kepulan asap kini sudah meluas hingga ke negara Thailand selain negara-negara tetangga yang dekat seperti Malaysia dan Singapura, dimana sebelumnya jika terjadi kebakaran di Indonesia, Thailand tidak pernah terkena dampaknya.

Solusi Belum Berdampak

Bagi kalangan bawah, masalah kebakaran lahan dan hutan ini menjadikan mereka korban tanpa memperoleh keuntungan sedikitpun justru kerugian yang besar. Namun peraturan yang berlaku serta birokrasi negara Indonesia masih lemah, kurang tanggap dan tepat sasaran dalam menganggapi masalah ini. Hal tersebutlah yang menyebabkan Indonesia tidak lebih pintar dari seekor tupai karena meskipun pergantian pemerintahan telah berulang kali terjadi, solusi yang ada terhadap masalah yang sama belum memberi dampak sama sekali.
Sejauh ini pemerintah dikatakan telah mendaftarkan 413 perusahaan yang diindikasikan telah melakukan pembakaran hutan dan perusahaan-perusahaan tersebut sedang dalam tahap klarifikasi dan verifikasi. Dan kepada 10 perusahaan yang terkait pembakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra dan Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan sanksi administratif dan dua di antaranya telah dicabut izin perusahaannya. Aksi pemerintah memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan pernah cukup untuk mencegah kabut asap berulang. Kerumitan di lapangan sering kali terjadi, dan hal ini disebabkan oleh para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan selalu berhubungan dengan orang-orang kuat dan berpengaruh, baik di tingkat kabupaten, nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN.
Menurut undang-undang kehutanan kegiatan pengendalian kebakaran hutan mencakup pada pencegahan, pemadaman hingga ke rehabilitasi pasca kebakaran. Pengelolaan pengendaliannya dilakukan secara berjenjang mulai dari pemerintah daerah tingkat II, tingkat provinsi hingga tingkat nasional. Presiden Jokowi mengatakan bahwa diperlukan waktu cukup lama untuk mengatasi kebakaran hutan yang menciptakan kabut asap. Melalui salah satu hasil wawancara, beliau berkata, "Anda akan melihat hasilnya segera dan dalam tiga tahun kami akan memecahkan masalah (kebakaran hutan) ini". Setidaknya untuk saat ini, Presiden Jokowi telah mengucap janji untuk memecahkan masalah kebakaran hutan dan lahan ini. Semua kalangan tentu berharap bahwa pemecahan masalah bukan hanya sekedar menanggulangi dan mengendalikan kebakaran hutan, tapi juga pada skala pencegahan berulangnya masalah tersebut di masa depan. Indonesia adalah negara besar dengan penduduk yang beraneka ragam dengan pemikiran besar yang berbeda pula. Bukan hanya Presiden Jokowi dan jajarannya yang harus memikirkan solusi dari masalah skala nasional ini, tetapi warga negaranya juga memiliki kewajiban dan hak pada waktu yang bersamaan untuk berpikir dan bertindak.
Tulisan ini dibuat oleh Penulis sebagai tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Lingkungan (BM3101).

Komentar